Pompong menjadi alat transportasi utama bagi suku Duano untuk melaut dan mencari nafkah. Dengan pompong, mereka mencari berbagai jenis hasil laut seperti ikan, udang, dan kerang. Salah satu komoditas yang paling diburu adalah udang kletek, meski populasinya semakin langka.
Selain itu, pompong juga digunakan untuk mencapai beting-beting di laut untuk mencari sumbun, sejenis kerang yang menjadi makanan favorit masyarakat setempat. Kebiasaan menangkap sumbun inilah yang menjadi salah satu ciri khas suku Duano.
Setelah matahari condong ke barat dan arus balik menggiring pompong ke tepian, para nelayan suku Duano pun kembali ke rumah dengan hasil tangkapan masing-masing. Bagi mereka, pompong adalah segalanya—tanpa perahu kayu bermesin ini, mereka tidak bisa melaut dan memperoleh bahan makanan untuk kelangsungan hidup.
Namun, proses melaut bagi suku Duano bukan sekadar pekerjaan. Lebih dari itu, aktivitas ini mencerminkan keterikatan mereka dengan alam. Dengan pompong, mereka menjelajahi perairan yang kadang berbahaya, terutama saat musim angin utara dengan gelombang tinggi.
Pompong juga menjadi simbol daya tahan dan kreativitas bagi suku Duano. Mereka merawat dan memodifikasi pompong agar lebih kuat menghadapi kerasnya lautan. Tradisi melaut ini diwariskan turun-temurun, menjadikan pompong sebagai warisan budaya yang tak ternilai.
Pompong sebagai Ikon Pariwisata